VIRUS CORONA "MENGINFEKSI" REALITAS POLITIK

gabar ilustrasi

Hampir tak terasa, sudah empat bulan berlalu, hirukpikuk dunia abad ini seolah sedang berada dalam keheningan yang mencekam, karena sedang diselimuti oleh bahaya Virus Corona, yang belakangan ini secara lebih populer disebut sebagai Pandemi Covid-19.

Sebagaimana diketahui bahwa, Pandemi Covid-19 atau Coronavirus Disease 2019, merupakan nama yang diberikan oleh WHO (World Health Organization), untuk virus yang telah menyita perhatian berbagai Media Global, baik Media Mainstream maupun Media Sosial di berbagai belahan dunia.

Beragam pemberitaan itu telah mendominasi ruang publik dimana pun, dan seolah-olah tidak ada kasus dan atau peristiwa kehidupan lain yang lebih penting untuk diberitakan.

Pasalnya, dampak Virus Corona yang telah menginfeksi banyak orang dengan merenggut ribuan jiwa tanpa pandang bulu, dengan cara yang sangat tragis, kemudian diberitakan secara dramatis oleh berbagai Media hampir setiap hari di seluruh dunia.

Adapun simtom yang ditunjukkan oleh mereka yang terinfeksi Virus Corona adalah Demam, Sesak Napas, dan Batuk yang menguras energi dan memperlemah daya tahan tubuh. Dalam kenyataan empiris, tidak sedikit yang berhasil pulih, tetapi cukup banyak yang mengalami kerusakan paru, lalu kehilangan nyawa begitu saja, dan harus dimakamkan secara cepat dan tak manusiawi, karena tanpa kehadiran keluarga seorang pun, dengan dukalara yang amat menyayat dan membekas di hati.

Untuk situasi dan kondisi di Indonesia, menurut Laporan mutakhir dari Gugus Tugas Penanganan Covid -19 per tanggal 2 Juli 2020, diketengahkan bahwa, Pasien yang positif sebanyak 59.394 orang, Pasien yang Sembuh sebanyak 26.667 orang dan Pasien yang meninggal sebanyak 2.987 orang.

Meski Pandemi ini belum mencapai cacatan separuh usia dalam rentang perjalanan waktu tahun berjalan pada periode 2020 ini, tetapi rasanya seolah waktu berjalan begitu lama dalam kerinduan banyak orang di dunia ini, tidak terkecuali publik di Tanah Air mengenai kapan badai ini akan berlalu.

Jika sekadar dibuat kilas balik, mengenai bagaimana Virus Corona ini mulai merebak, maka tampak terasa bahwa, spekulasi mengenai bagiamana Virus Corona ini muncul, rasanya hal itu masih melekat di memori publik yang telah menjadi pengetahuan banyak pihak.

Disinyalir bahwa, entah dari sebuah pasar di kota Wuhan di Provinsi Hubei Tiongkok, seperti yang dilaporkan oleh media global, atau dari sebuah laboratorium biologi molekuler di sana, seperti desas desus teori konspirasi, tetapi yang jelas bahwa, Virus Corona atau Covid-19 ini merupakan bagian dari dunia alamiah dan berperilaku alamiah menurut pola-pola biologis yang dapat disimulasikan secara matematis untuk memprediksi perilaku penyebarannya.

Meskipun demikian, begitu Virus Corona ini menginfeksi tubuh manusia, maka Virus ini juga akan merambat ke dunia sosial dan akan mengubah perilaku manusia. Dengan demikian, maka Virus Corona ini bukan hanya urusan medis belaka, karena Virus Corona ini juga telah dapat "menginfeksi" realitas sosial, dan realitas politik serta menghambat roda perputaran dan perubahan ekonomi dunia.
[https://www.infotangsel.co.id/2020/07/virus-corona-menginfeksi-realitas.html]Politisasi Virus Corona

Politik dan kekuasaan dapat dilihat dan dipahami sebagai dua sisi dari satu mata uang, sehingga yang satu tidak bisa meniadakan yang lainnya. Dengan demikian, maka untuk dapat memperoleh kekuasaan, maka siapapun dapat melakukannya dengan jalan politik apa saja, termasuk dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Oleh karena itu, ketika Pendemi Covid -19 atau Virus Corona ini merebak ke seantero Tanah Air dan mengguncang stabilitas nasional serta persepsi publik pada umumnya, maka para petualang politik dan pemburu kekuasaan berusaha menemukan cara untuk mengganggu otoritas pemerintah dengan mencari cela dan kelemahan dalam penanganan Pandemi Covid-19, dan menjadikannya sebagai alasan pembenar untuk dapat menjatuhkan
pemerintahan.

Dengan demikian, maka sebagaimana dinarasikan dalam Pinter Politik. Com (2020) bahwa, dengan adanya perkembangan kasus-kasus positif Virus Corona, maka menjadi wajar apabila publik semakin ingin tahu mengenai seluk beluk dari penyebaran dan bahaya virus ini di Indonesia.

Hal itu, terutama terkait dengan soal lokasi penyebaran agar masyarakat dapat menjaga dan memelihara kesehatannya terhadap penularan Virus Corona di daerahnya masing-maaing.

Namun demikian, dalam pengamatan banyak pihak, tampaknya pemerintah tidak semudah untuk menuruti keinginan seperti itu. Sikap seperti ini, tak ayal telah mengundang banyak reaksi yang cenderung mempersoalkan haknya untuk memperoleh informasi terkait dengan kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya.

Kemudian, publik lalu menilai bahwa pemerintah telah melanggar Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, tepatnya Pasal 154 (1), dimana ditegaskan bahwa, Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan penularan suatu penyakit yang membahayakan masyarakat.

Dikatakan demikian karena, beberapa upaya pemerintah ini telah menimbulkan pertanyaan bagi banyak kalangan bahwa, apakah benar pemerintah daerah dan masyarakat tak berhak membicarakan dan memperoleh informasi terkait Covid-19 tersebut ? Kemudian, muncul asumsi dengan nada tanya, bagaimana dinamika politik yang membayangi "perebutan" kewenangan atas akses dan sumber informasi dimaksud.
Untuk melihat konteks situasi ini, dapat pula dipahami bahwa, selain UU Kesehatan, kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang kesehatan juga telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 13, disebutkan bahwa penanganan bidang kesehatan termasuk dalam urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.

Dengan adanya fakta dan ketentuan yang terkandung dalam UU Kesehatan dan UU Pemerintah Daerah, maka dapat dikatakan bahwa, upaya penanganan penyakit menular seperti Pandemi Covid-19 ini, seharusnya tidak secara langsung berada di bawah kendali Pemerintah Pusat.

Untuk dapat melihat situasi seperti ini dalam sudut pandang dan dimensi politik, maka hal itu dapat dipahami melalui hubungan konseptual akan pengetahuan (knowledge) dan kekuatan (power) yang terjadi dalam realitas politik kontemporer.


Sehubungan dengan hal ini, maka dengan meminjam Harold Adams Innis (1952),seorang profesor Ekonomi Politik asal Kanada -- misalnya, mencetuskan sebuah istilah atas penguasaan pengetahuan dan informasi, yakni monopoli pengetahuan (monopolies of knowledge). Meski Innis lebih banyak menekankan pada penguasaan melalui medium komunikasi, dimana monopoli pengetahuan juga membuat informasi menjadi eksklusif untuk kelompok tertentu.

Sehubungan dengan hal itu, maka diperlukan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap implikasi politik yang diakibatkan oleh suatu kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah

Dengan demikian, maka seperti yang ditegaskan dalam analisis dari Pinter Politik.Com (ibid) bahwa, implikasi politik yang perlu dipahami adalah adanya konsekuensi
knowledge terhadap power. Konsekuensi ini mungkin dapat diamati melalui pemikiran Michel Foucault (2018) -- Filsuf asal Prancis, hal mana dikatakan bahwa, power dan knowledge memiliki hubungan yang saling memberi arti.

Berdasarkan pemikiran Foucauldian power dan knowledge memiliki hubungan yang saling memberi arti, maka seseorang yang memiliki power dapat membentuk knowedge seperti kebenaran yang diyakini -- di masyarakat. Begitu juga sebaliknya, knowledge dapat memberikan power pada pemilik pengetahuan.

Oleh karena itu maka, dengan membuat informasi dan pengetahuan menjadi lebih eksklusif dan terbatas, maka pemerintah pusat berupaya untuk menjaga power yang dimilikinya, dan hal itu merupakan keniscayaan dalam rezim politik mana pun di dunia ini.

Dinamika Politik dan Pandemi Covid-19
Ketika awal mula Virus Corona ini mulai merebak di Tanah Air pada Bulan Maret 2020 yang lalu, hampir semua pihak di negeri ini, tidak terkecuali pihak pemerintah, tampak hampir tak percaya bahwa Pandemi Covid-19 ini dapat menjadi wabah penyakit yang amat berbahaya dan mematikan.

Pada akhirnya, semua pihak menjadi panik, kemudian baru mulai menyadarinya, lalu tergopoh-gopoh, termasuk pemerintah dengan menggerakkan mesin birokrasinya untuk merespons Pandemi ini.

Meskipun demikian, seperti halnya di banyak negara lain, Indonesia juga tidak siap menghadapi Pandemi dalam skala yang besar seperti Virus Corona ini. Ketidaksiapan ini, menurut Hari Juliawan (2020), disebabkan karena bangunan negara dan lanskap politik yang kita laksanakan selama 20 tahun terakhir, yang telah memengaruhi sikap dan persepsi politik publik dalam merespons setiap Peristiwa Politik, Narasi Ekonomi dan Fenomena Sosial.

Dikatakan demikian karena, sejak Reformasi 1998, Indonesia kerap dijadikan contoh sukses transisi demokrasi dari rezim otoriter. Lima Pemilu dan Tiga Pemilihan Presiden berlangsung secara relatif adil dan kompetitif. Hak-hak sipil banyak dipulihkan meskipun masih banyak kekurangan. Proses reformasi politik ini, telah menghasilkan lembaga atau mekanisme kenegaraan yang saat ini sedang diuji oleh Pandemi Covid-19.

Lebih lanjut ditegaskan Hari Juliawan (ibid) bahwa, kapasitas negara melakukan koordinasi saat ini menjadi sangat krusial dan tampak kelihatan, betapa sistem yang terbangun telah kesulitan untuk merespons kebutuhan tersebut.

Hal ini dapat diamati, ketika misalnya para menteri dan pejabat setingkat menteri yang berasal dari beragam Partai Politik berlomba-lomba melakukan komferensi pers dan mengeluarkan pernyataan yang berbeda-beda.

Dinamika dan situasi politik seperti ini, dapat juga diteropong dalam sudut pandang Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam konteks Implementasi Sistem Pemerintahan Desentralisasi.

Desentralisasi yang lahir karena reformasi yang membuat koordinasi antara pusat dan daerah menjadi tampak carut marut. Sebagai misal, karena tidak sabar, beberapa Kepala Daerah seperti Wali Kota Tegal, Gubernur Papua dan Gubernur Maluku, berinisiatif malakukan Karantina Wilayah dan kemudian ditegur oleh Mendagri (Kompas, 2 April 2020).

Meskipun beragam upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk menanggulangi Virus Corona ini, tetapi fakta menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus yang signifikan akhir-akhir ini, yang sudah barang tentu, membuat publik merasa tidak nyaman. Disinyalir bahwa, lonjakkan kasus Covid -19 sampai saat ini, belum terkendali (Kompas, 5 Juli 2020).

Lebih lanjut dilaporkan bahwa, lonjakkan kasus infeksi Virus Corona pasca pelonggaran pembatasan masih terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dalam jumpa pers Daring dari Genewa, Jumat (3/7/2020), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan bahwa, dalam sepekan terakhir kasus baru Covid-19 di dunia selalu di aras 160.000 kasus per hari. Disampaikannya pula bahwa, hingga Sabru, (4/7/2020) lebih dari 11 juta warga di seluruh dunia terinfeksi penyakit mematikan tersebut, dan lebih dari 525.000 orang diantaranya meninggal.

Sedangkan di Jakarta, Jubir Pemerintah untuk Pandemi Covid-19, Ahmad Yurianto mengumumkan bahwa, terdapat 1.447 kasus positif di Indonesia pada hari Sabtu, sehingga kini menjadi 62.142 total kasus dengan 3.089 orang diantaranya meninggal dunia.

Virus Corona "Menginfeksi" Realitas Politik
Realitas Politik di Tanah Air pasca Pilpres 2019 masih diwarnai dengan hingar bingar permainan politik sebagai residu dari Pesta Demokrasi pada Pilpres pada tahun 2019 yang lalu. Pada hal, hampir semua pihak yang terlibat dan berkompetisi di Pesta Demokrasi pada Pemilu yang lalu, sudah berpelukan hangat dan duduk berdampingan di satu meja untuk membicarakan Rencana Besar dalam Agenda Kebangsaan, dan telah melakukan tindakan bersama untuk membangun Indonesia hari ini, dan menatap masa depan bangsa dengan penuh pengharapan.

Sementara itu, di lain pihak, masih ada sebagian masyarakat di negeri ini yang hampir setiap hari memiliki agenda terselubung untuk mengganti Pancasila sebagai Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Ideologi yang lain.

Kecuali itu, kelompok masyarakat ini juga tampak nyata di hadapan mata dan di muka publik, melalui keinginan yang kuat dengan dasar argumentasi yang absurd untuk menurunkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dari Kursi Presiden di tengah berbagai upaya yang dilakuakannya dengan seluruh elemen dan komponen bangaa dalam menanggulangi bahaya Pandemi Covid -19.

Alih-alih mengambil peran bersama komponen bangsa lainnya untuk menanggulangi bahaya Virus Corona dan atau membantu sesama yang sedang mengalami kesulitan akibat dampak Virus Corona, tetapi kelompok masyarakat ini justeru merancang berbaga Pertemuan serta Menyebarkan Kabar Berita Hoax untuk menciptakan keridakaktenangan masyarakat, dengan menebar wacana dan rencana untuk menurunkan Presiden Republik Indonesia di tengah penanganan Pandemi Covid -19.

Para petualang politik yang tanpa wajah seperti ini, memanfaatkan Psikologi Politik Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19 untuk memperjuangkan Misi Politik Partisan dengan Hidden Agenda Utama adalah Menggulingkan Pemerintahan yang sah, dengan target utama menurunkan Presiden Joko Widodo, dengan Mimpi Besar yang tampak sangat utopis yaitu Mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara dan Merobah Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Khilafah, entah dari mana latar belakang sejarah dan budayanya.

Modus Operandi pemanfaatan Politik Perasaan Tidak Aman yang dirasakan di masyarakat ini, bukan tidak mungkin dapat memengaruhi dinamika politik di Tanah Air.

Oleh karena itu, Virus Corona atau Pandemi Covid-19 dalam konteks masa kini, tidak hanya menginfeksi fisik manusia yang tidak memperhatikan protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menjaga dan menerapkan PSBB serta Social Distancing, tetapi demi kepentingan hasrat kuasa yang tak terkendali, maka Virus Corona justru sedang "menginfeksi" Realitas Politik di negeri ini.
[https://www.infotangsel.co.id/2020/07/virus-corona-menginfeksi-realitas.html]
Goris Lewoleba
Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Dewan Pakar dan Juru Bicara DPN VOX POINT INDONESIA
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

Tidak ada komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India